Tari Gandrung : Sejarah Dan Festival Pagelaran Gandrung Sewu

Home » Artikel » Tari Gandrung : Sejarah Dan Festival Pagelaran Gandrung Sewu

Anda Punya pertanyaan? jangan sungkan! Silahkan masukan alamat email, nama dan nomor telepon/ nomor WA di kolom bawah ini. Dan biarkan kami yang akan mengubungi anda. Data tidak akan kami publikasikan.

tgr

Tari Gandrung : Sejarah Dan Festival Pagelaran Gandrung Sewu

Salah satu ikon Banyuwangi adalah Tari Gandrung, sebuah tarian yang selalu dilakukan oleh masyarakat Banyuwangi untuk menyambut acara pernikahan, musim panen raya, atau khitanan. Tarian ini terbilang menarik, karena para penari menampilkan performanya dengan iringan perkawinan dua budaya, yaitu musik khas Jawa dan Bali.

Kamu juga wajib tahu bahwa Tari Gandrung merupakan kebanggaan masyarakat Banyuwangi. Sebagai peninggalan Suku Osing, suku asli Banyuwangi, melakukan tarian ini harus ada pasangannya, yaitu laki-laki dan perempuan. Penari perempuan dikenal sebagai penari gandrung, sedangkan penari laki-laki adalah paju atau pemaju.

Kalau kamu penasaran tentang semua hal yang berhubungan dengan Tari Gandrung, kamu bisa menyimak semua informasi berikut. Ini adalah ulasan lengkap tentang sejarah Tari Gandrung, karakteristik, hingga bentuk pelestariannya dalam festival.

Sejarah Tari Gandrung

Tarian ini sebelumnya dibawakan para lelaki yang berdandan ala perempuan. Berkembangnya Islam di Blambangan menjadi salah satu faktor mengapa tari Gandrung tidak lagi dibawakan oleh para pria yang berdandan ala wanita. Gandrung Lanang mulai hilang kaerna adanya falsafah Islam menyebutkan laki-laki berdandan seperti wanita adalah hal tabu. Zaman Gandrung Lanang juga terhenti setelah penari terakhir, Marsan meninggal dunia. Awalnya, Gandrung hanya boleh ditarikan khusus bagi para keturunan penari sebelumnya.

Sejarah bermula pada tahun 1895, menceritakan seorang anak kecil yang masih berumur 10 tahun, namanya adalah Semi. Dari cerita tersebut, Semi harus menghadapi cobaan berat yaitu mengidap penyakit sangat parah. Orangtuanya sudah melakukan berbagai cara, termasuk pergi ke dukun untuk menyembuhkan putrinya. Namun, upaya tersebut tidak kunjung berhasil.

Suatu ketika, sang Ibu yaitu Mak Midhah bernazar bahwa kalau putrinya sembuh, maka ia akan menjadikannya Seblang. Akan tetapi, kalau tidak sembuh, ia menarik ucapannya. Setelah adanya nadzar tersebut, Semi menjadi sembuh sekaligus menjadikannya sebagai Seblang. Darisinilah adanya babak baru, tarian tersebut akhirnya dimainkan oleh seorang perempuan.

Tradisi pun dimulai dengan Gandrung dimainkan oleh Semi, kemudian anak-anak perempuan lainnya ikut jejak Semi. Darisinilah nama depan Gandrung pun mulai terkenal. Kesenian ini berkembang hingga terdengar se-antero Banyuwangi, sekaligus menjadi ciri khas kota tersebut. Pada awal tahun 1970-an, muncul begitu banyak gadis muda, tidak keturunan gandrung mulai belajar tarian tersebut dan menjadikannya sumber mata pencaharian.

Makna Tari Gandrung

Tarian Gandrung merupakan tari khas Banyuwangi yang mempunyai makna atau arti khusus ketika dimainkan. Tarian ini lebih dari sekedar tarian untuk merayakan panen raya. Tetapi juga untuk mengucapkan rasa syukur bagi masyarakat terhadap apa yang sudah mereka peroleh.

Kata Gandrung juga berarti tergila-gila, atau terpesona. Makna tersebut ditujukan hanya kepada Dewi Sri, Dewi Padi yang telah memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Itulah mengapa tarian ini dilakukan pasca panen besar-besaran, sebagai tanda rasa berterimakasih dan bergembira kepada Dewi Sri. Akan tetapi, kini tarian tersebut terus berkembang yang akhirnya menjadi sebuah seni hiburan bagi masyarakat sekitar.

“https://www.yukbanyuwangi.co.id/tari-gandrung-sejarah-dan-festival-pagelaran-gandrung-sewu.html”

Bagikan ini:

Posted in